RSS

Kuatkan Iman

Sabtu, 15 Oktober 2011

cuaca di makkah


Jakarta - Suhu udara yang panas bisa menjadi 40 derajat dalam beberapa hari ke depan diperkirakan akan terus terjadi di Makkah dan Madinah. Apalagi udara saat ini kadang bercampur debu. Ini terjadi karena banyak pembangunan gedung di sejumlah lokasi di Makkah, terutama lingkungan Masjidil Haram.

"Kami tetap mengimbau para calon haji hendaknya memakai masker kalau keluar dari pemondokan. Pakailah masker yang sudah dipunyainya jangan malah disimpan untuk dijadikan suvenir," kata Kepala Seksi Kesehatan Daerah Kerja Makkah, dr Tafshin al Farizi, Sabtu, (15/10/2011) seperti dilansir media center haji (MCH).

Selain itu untuk mengatasi cuaca yang menyengat, para calon haji juga harus menjaga waktu istirahat. Ini terutama mereka yang datang dari Madinah yang biasanya terlalu bersemangat untuk menyelesaikan umroh begitu sampai di Makkah.

"Jadi jangan langsung pergi untuk tawaf dan sa’i begitu tiba di pondokan. Istirahatlah dahulu. Setelah pulih baru selesaikan umroh. Hal ini kami imbau terutama kepada jamaah yang berusia lanjut atau tak muda lagi," katanya.

Seperti diketahui, gelombang pertama calon haji sesampainya di Jeddah, menuju ke Madinah dahulu sebelum ke Makkah. Saat ini, para calon haji yang di Madinah sudah berangsur-angsur menuju ke Makkah. Mereka pertama kali sampai ke Makkah pada 11 Oktober dini hari lalu.

Hal ini berbeda dengan calon haji dari gelombang kedua. Setelah mendarat di Jeddah mereka langsung menuju Makkah. Jumat siang kemarin (14/10), calon haji gelombang kedua ini sudah mulai mendarat dan langsung menuju Makkah, 1 jam naik bus.

"Selain masker dan beristirahat dengan cukup, para jamaah tetap harus banyak minum. Sikap menjaga kesehatan ini penting karena rangkaian haji nanti membutuhkan energi yang cukup. Misalnya Wuquf di Arafah dilanjutkan menginap di Muzdalifah, lalu ke Mina, hingga melontar jumroh," kata Tafshin.

Untuk menjaga kesehatan jamaah, di setiap kloter disediakan satu dokter dan dua perawat. Sedangkan di setiap sektor, ada delapan tenaga medis."Segeralah berobat begitu merasa sedikit tak enak badan," pungkasnya. 

Hingga kini, sebagian besar jamaah Indonesia masih enggan memakai masker. Mereka beralasan repot bila memakai alat penyaring udara itu
Baca Selanjutnya - cuaca di makkah

Jumat, 08 Juli 2011

selamatkan islam dengan akhlak -MAKANAN RASULULLOH


Meja makan dan piring silih berganti dipajang di rumah para pembesar kaum dan para penguasa. Lain halnya dengan Nabi umat ini, padahal negara beserta rakyatnya di bawah kekuasaan beliau. Unta yang penuh dengan muatan tiada henti-hentinya datang kepada beliau. Emas dan perak selalu terhampar di hadapan beliau. Tahukah kita makanan dan minuman beliau? Apakah seperti hidangan para raja? Atau lebih mewah dari itu? Ataukah seperti hidangan orang-orang kaya dan bergelimang harta? atau lebih lengkap dan lebih komplit? janganlah terkejut melihat hidangan Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam yang sederhana lagi memprihatinkan. Anas bin Malik mengungkapkan kepada kita sebagai berikut: “Rasululloh tidak pernah makan siang dan makan malam dengan daging beserta roti kecuali bila menjamu para tamu.” (HR: At-Tirmidzi)
Karena sedikitnya jamuan yang tersaji dan banyaknya peserta hidangan, beliau tidak dapat makan kenyang kecuali dengan susah payah. Tidak pernah sekalipun beliau dapat makan sampai kenyang kecuali ketika menjamu para tamu. Beliau dapat kenyang bersama para tamu yang mesti beliau layani.
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengungkapkan, yang artinya: “Keluarga Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah makan roti gandum sampai kenyang dua hari berturut-turut hingga beliau wafat.” (HR: Muslim)
Dalam riwayat lain disebutkan, yang artinya: “Keluarga Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah makan roti gandum sampai kenyang tiga hari berturut-turut semenjak tiba di kota Madinah sampai beliau wafat.” (Muttafaq ‘alaih)
Bahkan Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam pernah tidak mendapatkan sesuatu untuk dimakan. Hingga beliau tidur dalam keadaan lapar, tidak ada sesuap makanan pun yang mengganjal perut beliau. Ibnu Abbas menuturkan sebagai berikut, yang artinya: “Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam dan keluarga beliau tidur dalam keadaan lapar selama beberapa malam berturut-turut. Mereka tidak mendapatkan hidangan untuk makan malam. Sedangkan jenis makanan yang sering mereka makan adalah roti yang terbuat dari gandum.” (HR: At-Tirmidzi)
Keadaan seperti itu bukan karena beliau tidak punya atau kekurangan harta. Justru harta melimpah ruah berada dalam genggaman beliau dan harta-harta pilihan diusung ke hadapan beliau. Akan tetapi, Alloh Subhanahu wata’ala memilih keadaan yang paling benar dan sempurna bagi Nabi-NyaSubhannahu wa Ta’ala.
‘Uqbah bin Al-Harits berkata: “Pada suatu hari Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam mengimami kami shalat Ashar. Seusai shalat, beliau segera memasuki rumah, tidak lama kemudian beliau keluar kembali. Aku bertanya kepada beliau, atau ada yang bertanya kepada beliau tentang perbuatan beliau itu. Beliau menjawab, yang artinya: “Aku tadi meninggalkan sebatang emas dari harta sedekah di rumah. Aku tidak ingin emas itu berada di tanganku sampai malam nanti. Karena itulah aku segera membagikannya.” (HR: Muslim)
Kedermawanan yang menakjubkan dan pemberian yang tiada bandingannya hanya dapat dijumpai pada diri Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam.
Anas bin Malik radhiallahu anhu mengungkapkan, yang artinya: “Setiap kali Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam dimintai sesuatu karena Islam, beliau pasti memberinya. Pernah datang menemui beliau seorang laki-laki, lantas beliau memberinya seekor kambing yang digembala di antara dua gunung (kambing yang gemuk). Lelaki itu kembali menemui kaumnya seraya berseru: “Wahai kaumku, masuklah kamu ke dalam Islam! Sesungguhnya Muhammad selalu memenuhi segala permintaan seakan-akan ia tidak takut jatuh miskin.” (HR: Muslim)
Meski dengan kedermawaan dan pemberian yang demikian menakjubkan itu, namun cobalah lihat keadaan diri beliau , Anas bin Malik menuturkannya kepada kita. Ia berkata, yang artinya: “Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah makan hidangan di meja makan hingga beliau wafat, beliau juga tidak pernah makan roti yang terbuat dari gandum halus hingga beliau wafat.” (HR: Al-Bukhari)
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengisahkan, yang artinya: “Pada suatu hari, Rasululloh Shallallahu’alaihi wasallam datang menemuiku. Beliau bertanya: “Apakah kamu masih menyimpan makanan?” ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha menjawab: “Tidak ada!” Beliau berkata: “Kalau begitu aku berpuasa.” (HR: Muslim)
Dalam sebuah riwayat yang shahih disebutkan bahwa Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam dan keluarganya pernah selama sebulan atau dua bulan hanya memakan Aswadaan, yaitu kurma dan air. (HR: Bukhari & Muslim)
Dari Abu Hurairah radhiallaahu anhu ia berkata, yang artinya: “Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam sama sekali tidak pernah mencela makanan. Beliau akan memakannya bila suka, bila tidak, beliau akan membiarkannya.” (Muttafaq ‘alaih)
Wahai saudaraku tercinta lagi mulia, bagi yang belum puas dan belum merasa cukup, akan saya bawakan secara ringkas ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah sebagai berikut: “Adapun mengenai masalah makanan dan pakaian, sebaik-baik petunjuk di dalam masalah ini adalah petunjuk Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam. Etika beliau terhadap makanan ialah memakan apa yang disajikan bila beliau menyukai-nya. Beliau tidak menolak makanan yang dihidangkan, dan tidak mencari-cari apa yang tidak tersedia. Jika disajikan roti dan daging, beliau akan memakannya. Bila dihidangkan buah-buahan, roti dan daging, beliau akan memakannya. Jika dihidangkan kurma saja atau roti saja, beliau pun memakannya juga. Bila dihidangkan dua jenis makanan, beliau tidak lantas berkata: “Aku tidak mau menyantap dua jenis makanan!” Beliau tidak pernah menolak makanan yang lezat dan manis. Dalam hadits beliau menyebutkan, yang artinya: “Akan tetapi aku berpuasa dan berbuka. Aku shalat malam dan juga tidur. Aku juga menikahi wanita dan juga memakan daging. Barangsiapa yang membenci sunnahku, maka ia bukan termasuk golongan-ku.”
Alloh telah memerintahkan kita supaya memakan makanan yang baik-baik dan memerintahkan supaya banyak-banyak bersyukur kepada-Nya. Barang siapa yang mengharamkan makanan yang baik-baik, ia tentu termasuk orang yang melampaui batas. 
Barang siapa yang tidak bersyukur, maka ia telah menyia-nyiakan hak Alloh. Petunjuk Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam adalah petunjuk yang paling tepat dan lurus. Ada dua jenis orang yang menyimpang dari petunjuk beliau: “Kaum yang berlebih-lebihan, mereka memuaskan nafsu syahwat dan melarikan diri dari kewajiban; Kaum yang mengharamkan perkara yang baik-baik dan mengada-adakan perbuatan bid’ah, seperti bid’ah rahbaniyyah yang tidak disyariatkan Allah . Sebab, tidak ada rahbaniyyah di dalam agama Islam.”
Kemudian Syaikhul Islam melanjutkan: “Setiap yang halal pasti baik, dan setiap yang baik pasti halal. Karena Allah telah menghalalkan seluruh perkara yang baik-baik bagi kita dan mengharamkan seluruh perkara yang jelek. Dan termasuk makanan yang baik ialah yang berguna lagi lezat. Dan Allah telah mengharamkan seluruh perkara yang memudharat-kan kita serta menghalalkan seluruh perkara yang bermanfaat bagi kita.
Kemudian beliau rahimahullah melanjutkan: “Umat manusia memiliki selera yang beraneka ragam dalam hal makanan dan pakaian. Kondisi mereka berbeda-beda pada saat lapar dan kenyang. Keadaan seorang insan juga selalu berubah-ubah. Akan tetapi, amal yang terbaik adalah yang paling mendekatkan diri kepada Alloh Subhanahu wata’ala dan yang paling bermanfaat bagi pelakunya.”(Majmu’ Fatawa II / 310)
(Sumber Rujukan: Sehari Di Kediaman Rasululloh Shallallahu’alaihi Wasallam, Asy-Syaikh Abdul Malik bin Muhammad bin Abdurrahman Al-Qasim)
Baca Selanjutnya - selamatkan islam dengan akhlak -MAKANAN RASULULLOH

Senin, 27 Juni 2011

perjuangkan islam

zaman sekarang kita korbankan harta kita untuk pembangunan islam di Indonesia
tidak seperti dulu jiwa hrs dikorbankan demi pembangunan islam di Indonesia
Baca Selanjutnya - perjuangkan islam

Rabu, 16 Maret 2011

Akibat Meniggalkan Sholat Wajib


1. Kehidupan kita di dunia tidak akan berkah
2. Menghilangkan Rezeky
3. Menghilangkan tanda-tanda Kesolehan yang ada di muka kita
4. Jika ada orang yang berdoa berkata " muslimin wal muslimat ....." kita bukan termasuk di bagiannya, atau kita bisa dibilang bukan orang islam
5. ALLAH tidak akan menerima amalan-amalan yang kita lakukan. seperti puasa, sedekah dll
6. Tidak diterima doanya atau tidak diangkat ke langit
7. Matinya Hina : ketika sakaratul maut dia akan terasa sangat lapar dan haus (air yang di laut tak akan mampu untuk menghilangkan dahaganya)
Baca Selanjutnya - Akibat Meniggalkan Sholat Wajib

Rabu, 09 Maret 2011

Kemajuan iptek banyak ungkap kebenaran Al-Quran

Ilmuwan Mesir, Prof Dr Zagloul Mohamed El-Naggar,mengatakan, semakin maju ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek), semakinterungkap pula keajaiban kitab suci Al Quran. "Al Quran bukan buku ilmu pengetahuan,tetapi ayat-ayat mengenai alam semesta (kauniyah) kini terbukti dalampenemuan-penemuan ilmiah di abad modern ini," kata Prof Naggardalam ceramahnya di Aula Harun Nasution, Universitas Islam Negeri (UIN) SyarifHidayatullah, Jakarta, pada Kamis 30/9/2010 silam. 
Pakar ilmu bumi (geologi) tersebut mengupas beragampenemuan ilmiah mengenai alam semesta yang mengamini hakikat kebenaran AlQuran. Sebagai contoh, Ayat-6 Surat Al Thur, "Al Bahrul Masjur" (Demilaut yang—di dalam tanah bawah laut itu—ada api). Terbukti secara ilmiah olehpara ahli geologi dan ilmu kelautan bahwa dasar semua samudra dipanasi olehjutaan ton magma yang keluar dari perut bumi. Menurut peraih doktor geologi jebolan UniversitasWales, Inggris, pada tahun 1963 itu, magma tersebut keluar melalui jaringanrengkahan raksasa yang secara total merobek lapisan litosfir dan sampai kelapisan astenosfir. "Para ilmuwan yang jujur akan kagum melihatkepeloporan Al Quran dan hadis-hadis Nabi terkait petunjuk tentangfakta-fakta ilmiah bumi, yang baru dapat dibuktikan pada akhir abad ke-20seiring dengan kemajuan iptek," kata ilmuwan yang telah menghafal semua 30juz Al Quran saat berusia sepuluh tahun itu. 
Fakta ilmiah lain, katanya, yaitu Ayat 15 dan 16 SuratAt Takwir: "Fala Uqsimu bil khunnas. Al Jawaril Kunnas" (Akubersumpah dengan bintang-bintang yang tak tampak. Yang bergerak sangat cepat).
Prof Naggar menjelaskan, para ulama dahulu menafsirkan ayat tersebut secarametaforis, namun para ahli astronomi pada akhir abad ke-20 menemukan faktailmiah, yaitu apa yang disebut black hole (lubang hitam).
Black hole adalah planet yang ditandaidengan densitas yang tinggi dan gravitasi yang kuat, tempat zat dan semuabentuk energi, termasuk cahaya, tidak mungkin lepas dari perangkapnya, katanya.Disebut lubang hitam karena ia sangat gelap tak terlihat, dengan kecepatangeraknya diperkirakan mencapai 300.000 km per detik. Black hole dianggap sebagai fase tua kehidupanbintang, yang didahului ledakan dan zatnya kembali menjadi nebula. "Faktaini baru terungkap pada akhir abad ke-20, yakni 14 abad setelah wafatnya NabiMuhammad SAW," kata Prof Naggar. 
Baca Selanjutnya - Kemajuan iptek banyak ungkap kebenaran Al-Quran

Sabtu, 05 Maret 2011

malaikat dan tugasnya

Baca Selanjutnya - malaikat dan tugasnya

Orang yang sholat pasti selamat

Dan perintahkanlah keluargamu serta umatmu mendirikan solat, dan hendaklah engkau tekun bersabar menunaikannya
[Taha : 32 ]




Baca Selanjutnya - Orang yang sholat pasti selamat

Jumat, 04 Maret 2011

cara bersujud

Nabi Muhammad Berkata :"sujudlah kamu jangan seperti unta "
artinya sujud harus diawali dengan kaki dulu, jangan tangan dulu.
Baca Selanjutnya - cara bersujud

Rabu, 02 Maret 2011

Kepada Siapa Loyalitas dan Permusuhan Kita Tujukan?

Kepada Siapa Loyalitas dan Permusuhan Kita Tujukan?: "
I. Pengantar

Pembaca mulia, di antara prinsip yang harus dipegang seorang muslim adalah masalah loyalitas dan permusuhan. Kepada siapa loyalitas kita berikan, dan kepada siapa pula rasa permusuhan kita tujukan? Ini merupakan masalah prinsip yang harus dipegang erat, tetapi mulai dilalaikan sebagian kaum muslimin di hari ini.


Dalam pelajaran aqidah Islam, prinsip loyalitas dan permusuhan disebut dengan istilah الولاء و البراء /al-wala’ wal bara’/. Maka, dalam buletin edisi ini, akan diurai prinsip tersebut secara ringkas. Wallahu muwaffiq

II. Apa itu Al-Wala’ wal Bara’

Al-Wala’ (الولاء) secara bahasa artinya adalah “dekat”. Adapun arti yang dimaksud dalam pelajaran aqidah adalah kedekatan sesama kaum muslimin dalam rasa saling cinta, cinta, saling bantu dan saling tolong di antara sesama mereka, serta kebersamaan mereka dalam hal wilayah tempat tinggal. Termasuk dalam hal ini adalah rasa kebersamaan mereka dalam melawan perbuatan makar musuh-musuh Islam.

Adapun Al-Bara’ (البراء ) secara bahasa artinya adalah “memutus” atau “memotong”. Maksud Al-Bara’ dalam pembahasan aqidah adalah pemutusan hubungan atau ikatan hati dari orang-orang kafir, sehingga tidak lagi mencintai, membantu dan menolong mereka serta tidak tinggal bersama mereka.[1]

III. Kedudukan Al-Wala’ wal bara’ dalam Islam

Allah telah memerintah kita untuk memberikan loyalitas penuh kepada sesama saudara muslim, yang dengannya setiap muslim wajib saling tolong menolong di antara sesama mereka. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah ta’ala surat Al-Maidah ayat 56 yang artinya,

…Barangsiapa menjadikan Allah, RasulNya dan orang-orang yang beriman sebagai penolongnya, sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang.”

Di sisi lain, Allah juga memerintah kita untuk tidak menjadikan orang-orang kafir sebagai teman dekat. Hal ini dapat kita ketahui dari firman-Nya dalam surat Al-Mumtahanah ayat 1, yang artinya:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan musuhKu dan musuhmu sebagai teman-teman setia …

Berdasarkan hal di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tolak ukur rasa cinta, loyalitas, dan benci adalah keimanan kepada Allah. Hal ini ditegaskan dalam sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam, yang artinya: “Tali iman paling kuat adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah.”[2] Maka, konsekuensi dari hal ini adalah loyalitas tidak kita berikan kepada seseorang, jika seseorang tersebut tidak beriman kepada Allah. Dengan kata lain, sebab timbulnya rasa permusuhan dan rasa benci kita kepada orang lain adalah kekafiran orang lain tersebut. Tidakkah kita perhatikan kisah Ibrahim yang berlepas diri dari kaumnya karena kekafiran mereka? Cermatilah kisah tersebut dalam surat Al-Mumtahanah ayat 4 berikut ini, yang artinya “Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kalian dan dari apa yang kalian sembah selain Allah. Kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata permusuhan dan kebencian antara kami dan kalian untuk selama-lamanya, sampai kalian beriman kepada Allah saja’.”

IV. Derajat Kemuliaan Seseorang dapat Diraih, Jika Ia Memegang Teguh Prinsip Al-Wala’ wal Bara’

Seseorang dapat mencapai kemuliaan yang besar di sisi Allah, yaitu Allah akan memberi dirinya derajat kewalian, jika orang tersebut menerapkan prinsip loyalitas dan permusuhan secara benar. Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam hadits riwayat shahabat Nabi, Abdullah bin Umar bin Al-Khaththab radhiyallaahu anhuma, “Siapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi rasa loyalitas karena Allah dan memusuhi karena Allah, sesungguhnya kewalian Allah hanya dapat diperoleh dengan itu.”[3]

V. Renungilah Sikap Teladan Abdullah bin Abdullah bin Ubay bin Salul

Allah ta’ala berfirman, menceritakan orang munafik yang berkata,

Sesungguhnya jika kita telah kembali ke kota Madinah, al-a’azzu (orang yang kuat) benar-benar akan mengusir al-adzallu (orang yang lemah) dari kota tersebut.” (Al-Munafiqun: 8)

Orang munafik yang mengatakan demikian adalah Abdullah bin Ubay bin Salul. Dia menganggap al-a’azzu (orang yang kuat) adalah dirinya, sedangkan al-adzallu (yang lemah) adalah Rasulullah shallallaahu alaihi wa salam. Ia mengancam akan mengusir Rasulullah dari Madinah. Ketika keinginan Abdullah bin Ubay itu didengar oleh anaknya sendiri yang bernama Abdullah, seorang mukmin yang taat dan jujur, apalagi dia juga mendengar bahwa Rasulullah shallallaahu alaihi wa salam ingin membunuh Abdullah bin Ubay yang mengucapkan kata-kata penghinaan tersebut, juga kata-kata lainnya, seketika itu pula Abdullah menemui Rasulullah shallallaahu alaihi wa salam dan berkata, “Wahai Rasulullah, saya mendengar bahwa Anda ingin membunuh Abdullah bin Ubay, ayah saya. Jika anda benar-benar ingin melakukannya, saya bersedia membawa kepalanya kepada anda“. Maka, Rasulullah shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, “Bahkan, kita akan bergaul dan bersikap baik kepadanya selama dia tinggal bersama kita.”

Ketika Rasulullah shallallaahu alaihi wa salam dan para sahabat kembali pulang ke Madinah, Abdullah (yang shalih) putra Abdullah bin Ubay (yang munafik) berdiri menghadang ayahnya di pintu kota Madinah dengan menghunus pedangnya. Orang-orang pun berjalan melewatinya.

Ketika ayahnya lewat, Abdullah berkata kepada ayahnya, “Mundur!” Ayahnya bertanya keheranan, “Ada apa ini, jangan kurang ajar kamu!” Abdullah menjawab, “Demi Allah, jangan melewati tempat ini sebelum Rasulullah mengizinkanmu, karena beliau adalah al-aziz (yang mulia) dan engkau adalah adz-dzalil (yang hina).”

Maka, ketika Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam datang padahal beliau berada di pasukan bagian belakang, Abdullah bin Ubay mengadukan anaknya kepada beliau. Anaknya, Abdullah berkata, “Demi Allah wahai Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam, dia tidak boleh memasuki kota sebelum Anda mengizinkannya.”

Maka, Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam pun mengizinkannya. Kemuduan, Abdullah berkata, “Karena Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam telah mengizinkan, lewatlah sekarang!”

VI. Renungilah Pula Sikap Teladan Ramlah Ummu Habibah

Ramlah, yang nama kunyahnya adalah Ummu Habibah adalah putri Abu Sufyan, pembesar Quraisy yang ketika itu masih kafir. Ketika Abu Sufyan datang ke Madinah untuk memperbaharui perjanjian gencatan senjata dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wa sallam, ia menyempatkan diri untuk mengunjungi putrinya, yang sudah masuk Islam.

Ketika ia datang ke tempat Ramlah dan ingin duduk di atas kasur Nabi (Ramlah adalah salah satu istri Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam), Ramlah dengan segera melipatnya agar tidak diduduki Abu Sufyan. Melihat hal itu, Abu Sufyan pun berkata, “Aku tidak boleh duduk di atas kasur ini atau kasur itu yang tidak pantas untukku?” Ramlah pun menjawab, “Itu adalah kasur Rasulullah, sedangkan ayah adalah seorang yang najis lagi musyrik.”[4]

Dari kisah kedua shahabat nabi, Abdullah dan Ramlah di atas, kita bisa mengambil pelajaran bahwa tolak ukur pemberian loyalitas dan rasa cinta hanya diberikan kepada orang yang telah beriman kepada Allah dan rasul-Nya, bukan kepada orang-orang kafir, meskipun itu adalah anggota keluarga kita, meskipun itu adalah ayah ibu kita. Agar lebih meyakinkan hati pembaca, perhatikanlah firman Allah ta’ala berikut ini, yang artinya,

Kamu tidak akan temui suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir akan saling berkasih sayang dengan orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya meskipun para penentang itu adalah bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, atau keluarga mereka sendiri….” (Q.S. Al-Mujaadilah: 22)

IX. Lalu, Bagaimana dengan Ahli Maksiat?

Pembaca mulia, setelah dipaparkan masalah loyalitas kepada orang muslim dan permusuhan kepada orang kafir, muncullah satu masalah, “Bagaimana kita menyikapi seorang muslim yang banyak melakukan perbuatan maksiat?”

Jawaban pertanyaan di atas adalah bahwa orang itu terdapat hak muwalah (diberi sikap loyalitas dari kita) sekaligus mu’adah (diberikan sikap permusuhan dari kita), sesuai dengan kadar maksiatnya. Dia disayangi karena imannya, dan dimusuhi karena kemaksiatannya, dengan tetap memberikan nasihat untuknya; memerintahnya pada kebaikan, melarangnya dari kemungkaran. Bahkan, kalau perlu mengucilkannya apabila pengucilan itu dapat membuatnya jera dan malu.

Hal ini sebagaimana yang dikatakan Ibnu Taimiyah rahimahullah, “Apabila berkumpul pada diri seseorang kebaikan dan kejahatan, ketakutan dan kemaksiatan, atau sunnah dan bid’ah, orang tersebut berhak mendapatkan permusuhan dan siksa sesuai dengan kadar kejahatan yang ada padanya.[5]

X. Penutup

Demikian pemaparan ringkas mengenai prinsip Al-Wala’ wal Bara’ (loyalitas dan permusuhan) yang harus diketahui setiap muslim. Dengan ini, mudah-mudahan kita dapat menempatkan rasa loyalitas pada orang yang tepat, dan dapat pula memberikan rasa permusuhan pada orang yang tepat pula, serta dapat memberikan sikap yang benar kepada para ahli maksiat, sesuai kadar kemaksiatannya. Mudah-mudahan tulisan ringkas ini dapat bermanfaat bagi pembaca mulia. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimus shaalihaat.

Penulis: Ginanjar Indrajati

Artikel www.muslim.or.id


[1] Disarikan dari penjelasan Dr. Shalih Al-Fauzan dalam Kitab Tauhid I, terjemah kitab التوحيد للصف الأول و العالي, Yayasan Al-Sofwa – Jakarta, cet. IV/2003, hal. 143.
[2] Hadits ini dinyatakan berderajat hasan oleh Syaikh Al-Albani dalam kitab صحيح الترغيب والترهيب /Shahih At-targhib wat-Targhib/, cet. V, penerbit مكتبة المعارف – الرياض, jilid II, hadits nomor 3030.

[3] Periksa dalam المعجم الكبير /Al-Mu’jamul Kabir/ karya سليمان بن أحمد بن أيوب أبو القاسم الطبراني /Sulaiman bin Ahmad bin Ayyub Abul Qasim At-Thabrani/, tahqiq حمدي بن عبدالمجيد السلفي /Hamdi bin Abdil Aziz As-Salafi/, cet. II tahun 1404/1983 M, penerbit: مكتبة العلوم والحكم – الموصل /Maktabah Al’Ulum wal Hikam – Mosul/, jilid XII, hal. 417, hadits nomor 13.537.

[4] Lihat dalam أسد الغابة /Usudul Ghabah/ karya ‘Izzuddin Abul Hasan Ali bin Muhammad bin Al-Atsir Al-Jazairi, hal. 1353 via software المكتبة الشاملة. Lihat pula dalam buku Tegar di Jalan Kebenaran, Dr. Sa’id Al-Qahthani, terjemah kitab مواقف الصحابة في الدعوة إلى الله, penerbit At-Tibyan – Solo, hal.134-135.

[5] Periksa dalam مجموع الفتاوى /Majmu’ Fatawa/, jilid 28, hal. 209, via software المكتبة الشاملة.




"
Baca Selanjutnya - Kepada Siapa Loyalitas dan Permusuhan Kita Tujukan?